Kamis, 10 Oktober 2013

epilepsi



BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Epilepsi atau penyakit ayan merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang.  Lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu.
Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi. Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
          Umumnya ayan mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran, luka kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadang-kadang, ayan mungkin juga karena genetika, tapi ayan bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi atau ayan, melatarbelakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas hal-hal mengenai penyakit epilepsi, penyebab, klasifikasi penyakit epilepsi, mekanisme terjadinya epilepsi dan pengobatannya.

B.       RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Apa definisi dari penyakit epilepsi?
2.      Apa penyebab epilepsi?
3.      Apa saja klasifikasi dari penyakit epilepsi?
4.      Bagaimana patofisiologi dari epilepsi?
5.      Bagaimana pengobatan epilepsi?
C.    TUJUAN PENULISAN
Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai sistem neurobehavior membahas tentang “penyakit epilepsi”.



BAB II
PEMBAHASAN

A.       PENGERTIAN EPILEPSI
       Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu:
·            Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya
·            Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya
·            Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologi dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan
(Octaviana, 2008).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (Baiquni, 2010).

B.       ETIOLOGI                                                                                                            Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
   1.      Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
      2.      Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.      Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.      Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.      Tumor Otak
      6.      Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
*      Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th)
Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th)
Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th)
Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th)
Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35)
Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme
D.    KLASIFIKASI EPILEPSI
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.

Data 1. Klasifikasi internasional bangkitan epilepsi (1981) adalah
Bangkitan parsial
1.         Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a.                        Dengan gejala motorik
b.                        Dengan gejala sensorik
c.                        Dengan gejala otonomik
d.                       Dengan gejala psikik
2.         Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a.                        Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
·                 Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
·                 Dengan automatisme
b.                        Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
·                 Dengan gangguan kesadaran saja
·                 Dengan automatisme
3.         Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a.                        Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b.                        Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c.                        Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum
Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)
1.    Bangkitan lena
Lena ( absence ), sering di sebut petitmal. Serangan terjadi secara tiba-tiba, tanpa di dahului aura. Kesadaran hilangselama beberapa detik, di tandai dengan terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan kosong, atau mata berkedip dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak, mungkin menghilang waktu remaja atau diganti dengan serangan tonik-klonik.
2.    Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang singkat dan tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis taua asinkronis. Biasanay tidak ada kehilangan kesadaran selama serangan.
3.    Bangkitan tonik
Tonik, seranagan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Biasanya  kesadaran hilang hanya beberapa menit terjadi pada anak 1-7 tahun.
4.    Bangkitan atonik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan total dari tonus otot dan Px bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka.
5.    Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan aoleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat.
6.             Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis seranag klasik epilepsi seranagn ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan taua pendengaran selama beberapa saat yang di ikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat.

Bangkitan Epileptik yang Tidak Tergolongkan
Data 2. Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma
Localization-related (focal, partial) epilepsies
1.      Idiopatik
a.                   Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
b.                   Childhood epilepsy with occipital paroxysm
2.      Symptomatic
a.                   Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi yang diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal dan iktal, gambaran neuroimejing.
b.                   Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal dari lobus frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak diketahui.
c.                   Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik

Epilepsi Umum
1.      Idiopatik
a.                   Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
b.                   Benign myoclonic epilepsy in infancy
c.                   Childhood absence epilepsy
d.                  Juvenile absence epilepsy
e.                   Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
f.                    Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
g.                   Other generalized idiopathic epilepsies
2.      Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik
a.                   West’s syndrome (infantile spasms)
b.                   Lennox gastaut syndrome
c.                   Epilepsy with myoclonic astatic seizures
d.                  Epilepsy with myoclonic absences
3.      Simtomatik
a.                   Etiologi non spesifik
b.                   Early myoclonic encephalopathy
c.                   Specific disease states presenting with seizures
(Octaviana, 2008).
E.       PATOFISIOLOGI
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

E.    MANISFESTASI KLINIS DAN PRILAKU
          a)      Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
          b)       Kelainan gambaran EEG
          c)      Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptoge
          d)      Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
          e)      Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
          f)       Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat.
          g)      Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal
          h)      Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
          i)        Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba
          j)        Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang
          k)      Gigi geliginya terkancing
          l)        Hitam bola matanya berputar- putar
          m)    Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a)      CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
b)      Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c)      Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
d)     mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
         menilai fungsi hati dan ginjal
         menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).
         Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

F.     KOMPLIKASI
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.
Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.

G.    PENATALAKSANAAN
Manajemen Epilepsi :
         Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
         Melakukan terapi simtomatik
         Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:
         Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
         Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
         Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1.      Selama Kejang
a)      Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b)      Mengamankan pasien di lantai jika memungkinka
c)      Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d)     Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
2.      Setelah Kejang
a)      Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b)      Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c)      Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d)     Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e)      Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkunga
f)       Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g)      Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h)      Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.

H.    PENCEGAHAN
          Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah.
          Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.

I.       PENGOBATAN
          Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
          Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
          Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
          Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi ini pertama pengobatan adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone, tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai pengobatan lini kedua. Terapi dimulai
dengan obat anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang atas tingkat terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping, maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat kedua.



























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
Riwayat penyakit dahulu:
         Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
         Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
         Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
         Tumor Otak
         Kelainan pembuluh darah
         Demam.
         Strok
         gangguan tidur
         penggunaan obat
         hiperventilasi
         stress emosional
Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
Riwayat psikososial :
         Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita
         Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat)

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Resiko cedera dengan aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
2.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3.      Isolasi sosial dengan rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat.

3.      RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Resiko cedera denagan aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien, menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak ada memar, tidak jatuh.
Intervensi
Rasional
Observasi:
Identivikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya cedera

Barang- barang di sekitar pasien dapat membahayakan saat terjadi kejang
Pantau status neurologis setiap 8 jam
Mengidentifikasi perkembangan atau penyimpangan hasil yang diharapkan
Mandiri
Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada pasien saat terjadi kejang

Mengurangi terjadinya cedera seperti akibat aktivitas kejang yang tidak terkontrol
Pasang penghalang tempat tidur pasien
Penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah cidera atau jatuh
Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar
Area yang rendah dan datar dapat mencegah terjadinya cedera pada pasien
Tinggal bersama pasien dalam waktu beberapa lama setelah kejang
Memberi penjagaan untuk keamanan pasien untuk kemungkinan terjadi kejang kembali
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi kejang
Lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum kejang
Untuk mengidentifikasi manifestasi awal sebelum terjadinya kejang pada pasien
Kolaborasi:
Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter

Mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjangan, yang dapat mengurangi suplai oksigen ke otak
Edukasi:
Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.

Sebagai informasi pada perawat untuk segera melakukan tindakan sebelum terjadinya kejang berkelanjutan
Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan selama pasien kejang
Melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera

2)      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
Tujuan : jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi, tidak ada dispnea
Intervensi
Rasional
Mandiri
Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar

Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen
Melakukan suction sesuai indikasi

Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai program terapi.

menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.


meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada

Mengeluarkan mukus yang berlebih,  menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
Membantu memenuhi kebutuhan oksigen agar tetap adekuat, dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.

3)      Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
-          adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
-          menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi
Rasional
Observasi:
Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien

Memberi informasi pada perawat tentang factor yang menyebabkan isolasi sosial pasien
Mandiri
Memberikan dukungan psikologis dan motivasi pada pasien

Dukungan psikologis dan motivasi dapat membuat pasien lebih percaya diri
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim psikiater

Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok penyokong, seperti yayasan epilepsi dan sebagainya.
Memberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi, dukungan ide-ide untuk mengatasi masalah dari orang lain yang telah mempunyai pengalaman yang sama.
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi kepada pasien

Keluarga sebagai orang terdekat pasien, sangat mempunyai pengaruh besar dalam keadaan psikologis pasien
Memberi informasi pada keluarga dan teman dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak menular
Menghilangkan stigma buruk terhadap penderita epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat menular).

3)      Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
-          adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
-          menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat
Intervensi
Rasional
Observasi:
Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien

Memberi informasi pada perawat tentang factor yang menyebabkan isolasi sosial pasien
Mandiri
Memberikan dukungan psikologis dan motivasi pada pasien

Dukungan psikologis dan motivasi dapat membuat pasien lebih percaya diri
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan tim psikiater

Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok penyokong, seperti yayasan epilepsi dan sebagainya.
Memberikan kesempatan untuk mendapatkan informasi, dukungan ide-ide untuk mengatasi masalah dari orang lain yang telah mempunyai pengalaman yang sama.
Edukasi:
Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi kepada pasien

Keluarga sebagai orang terdekat pasien, sangat mempunyai pengaruh besar dalam keadaan psikologis pasien
Memberi informasi pada keluarga dan teman dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak menular
Menghilangkan stigma buruk terhadap penderita epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat menular)

4.             IMPLEMENTASI
Implementasi mencakup  melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
1.      Membantu pasien mengatasi masalah atau peyakit yang sedang di hadapi klien epilepsi agar tidak berputus asa.
2.      Memberikan semangat kepada pasien epilepsi

5.      EVALUASI
1.      Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
2.      Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
3.      Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien tidak menarik diri (minder)
4.      Pola napas normal, TTV dalam batas normal
5.      Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan aktifitas sehari- hari secara normal
6.      Organ sensori dapat menerima stimulus dan menginterpretasikan dengan normal


BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
            Epilepsy merupakan gangguan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungtsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan berirama.
Penyebab terjadinya epilepsy :
1. Cedera otak
2. Keracunan
3. Infeksi
4. Infestasi parasit
5. Tumor otak
6. Epilepsi idopatik

B. Saran
            Saran kami tujuan kepada masyarakat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi minuman keras yang akibatnya akan mengalami kehilangan kesadaran, karena hal itu merupakan factor utama epilepsy kompleks
Dianjurkan kepada petugas kesehatan untuk tidak melakukan operasi pembedahan sembarangan karena hal itu hanya menghilangkan rasa sakit sementara dan suatu saat gejala epilepsy akan timbul kembali

Template by:

Free Blog Templates